Kajian Teori tentang Pluralisme

Ilustrasi: A.T. Wardhana/Triangulasi.com

Pluralisme, sebuah konsep yang sering kita dengar, memiliki akar kata dari bahasa Arab "al-ta’aduddiyyah," yang diterjemahkan menjadi "plural" dalam bahasa Inggris, yang berarti mengacu pada bentuk yang menunjukkan lebih dari satu atau banyak. Sementara kata "isme" merujuk pada aliran atau paham yang dipercayai oleh manusia (Thoha, 2006: 11). 

Dalam Kamus Ilmiah Populer, pluralisme didefinisikan sebagai teori yang menyatakan bahwa realitas terdiri dari banyak substansi (Partanto dan Barry, 2001: 604). Lebih lanjut, menurut Mohammad Fahrur Rozi (2017:108), pluralisme adalah pandangan filosofis yang tidak mencoba mereduksi segala sesuatu menjadi satu prinsip terakhir, tetapi justru menerima dan menghargai adanya keragaman. Pluralisme dapat mengacu pada berbagai bidang, termasuk bidang kultural, politik, dan religius.

Pluralisme pada dasarnya adalah paham atau pandangan hidup yang menerima dan mengakui adanya keragaman atau perbedaan dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam setiap kelompok masyarakat, pasti akan ada perbedaan dalam hal suku, agama, ras, budaya, dan adat istiadat. Perbedaan ini menciptakan kelompok-kelompok kecil dalam kelompok yang lebih besar, memberikan ciri khas pada kelompok tersebut, tetapi juga membatasi akses kelompok lain untuk bergabung. Perbedaan ini juga menciptakan pembedaan antara kelompok-kelompok dalam masyarakat yang lebih besar. Contohnya, masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok agama, suku, ras, dan adat istiadat yang memiliki identitas unik masing-masing dan memiliki akses yang terbatas untuk menyatukan atau meniru kelompok lain (Arifinsyah, 2002: 55).

Pluralisme bertujuan untuk menerima adanya perbedaan dalam kelompok masyarakat. Namun, menerima perbedaan tidak berarti mencoba menyamakan semua perbedaan menjadi satu entitas yang homogen yang dapat diterima oleh semua. Sebaliknya, pluralisme mengakui keberadaan perbedaan dengan penuh rasa hormat dan saling menghargai antara satu sama lain. Menurut Shobiri Muslim, pluralisme tidak bertujuan untuk menggabungkan semua agama menjadi satu agama baru yang dapat diterima oleh semua orang. Sebaliknya, perbedaan agama tetap diakui, tetapi dengan penuh rasa hormat dan saling pengertian. Pluralisme bukanlah tentang penggabungan atau asimilasi, tetapi tentang penerimaan perbedaan tanpa upaya mengubahnya (Muslim, 1998: 4).

Masykuri Abdillah membagi paham pluralisme menjadi dua bagian. Pertama, sebagai teori yang menentang negara monolitis dan mendukung desentralisasi dan otonomi untuk organisasi-organisasi utama yang mewakili partisipasi masyarakat. Kedua, sebagai pendekatan toleransi terhadap beragam kelompok etnik atau sosio-kultural dalam masyarakat dan negara. Definisi pertama memiliki dimensi politik, sementara definisi kedua adalah pandangan pluralisme sosial (Abdillah, 2002: 12). 

Alwi Shihab, di sisi lain, melihat pluralisme sebagai lebih dari sekadar mengakui perbedaan. Pluralisme adalah keterlibatan aktif dalam realitas majemuk yang menciptakan interaksi yang positif. Ini bukanlah kosmopolitanisme yang hanya mengakui perbedaan tanpa interaksi yang signifikan. Pluralisme juga tidak menganggap bahwa semua agama sama, tetapi menghormati uniknya masing-masing agama (Shihab, 2005: 41-42).

Menurut Gus Dur, pluralisme adalah tindakan penuh kebesaran hati untuk menerima perbedaan tanpa mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, melainkan untuk mencapai kesatuan dalam keragaman. Pluralisme menghormati perbedaan dalam agama dan menciptakan ruang untuk berkerja sama antaragama dan dengan negara. Gus Dur menegaskan bahwa dalam menerapkan pluralisme, tiga nilai universal, yaitu kebebasan, keadilan, dan musyawarah, harus dijunjung tinggi untuk mencapai kesejahteraan bangsa (Wahid, 2010: 57).

Dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan di Indonesia, konsep pluralisme telah menjadi solusi yang tepat. Pluralisme mendorong pengakuan terhadap perbedaan dan keterlibatan aktif dalam realitas majemuk, menciptakan interaksi positif yang mempromosikan penghargaan dan saling hormat terhadap perbedaan. Ini sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yang memberikan ruang untuk setiap individu memeluk dan mempraktikkan keyakinannya sendiri, sambil berusaha untuk melindungi dan mempertahankan Indonesia sebagai satu kesatuan.